PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 PASAL 47 DALAM KASUS DUGAAN MAHAR POLITIK PILWALKOT CIREBON 2018

  • Taufik Nurhidayat Universitas Langlangbuana
Keywords: mahar politik, sanksi, tindak pidana

Abstract

Pendekatan represif dalam memerangi praktik mahar politik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), masih mengalami banyak kesulitan. Mahar politik sebenarnya  sudah  dilarang dalam Pasal 228 UU Pemilu, namun tidak dilengkapi dengan sanksi yang jelas. Satu-satunya hukuman yang dapat dijatuhkan hanya sanksi administratif berupa pelarangan mengajukan calon pada periode berikutnya. Sayangnya sanksi tersebut hanya berlaku bagi parpol penerima mahar politik (Pasal  228 ayat  [2]  dan  [4]  UU  Pemilu).  Padahal, secara prinsip mahar politik tersebut tentu merupakan suatu tindak pidana sehingga harus terdapat sanksi pidananya. Berbeda dalam Pasal 47 juncto Pasal 187B-187C UU Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada), diskualifikasi berlaku bagi pemberi dan penerimanya dengan ancaman sanksi berupa pidana  penjara dan denda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Pasal 47 tersebut diterapkan dalam perkara pasangan Brigjen (Pol) Siswandi dan Euis Fety Fatayati yang gagal maju pada Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Cirebon, Jawa Barat, karena tak mampu memenuhi mahar politik permintaan parpol pengusung. Pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan dan konseptual.

Published
2019-08-30